Kamis, 14 Oktober 2010

Hukum Pelaksanaan Puasa Ramadhan

Puasa pada bulan Ramadhan adalah rukun ketiga dari rukun-rukun Islam. Setelah kalimat Tauhid “laa ilaha illallah Muhammad Rasulullah,” dan ibadah shalat.Allah mensyariatkan ibadah puasa seiring dengan beberapa faedah yang terkandung dalam ibadah ini. Diantara faedah ibadah puasa yang paling besar adalah pada dua hal:

Pertama : Tenangnya hawa nafsu yang bergejolak.

Kedua : Mematahkan setiap dinding nafsu yang berlebihan, yang berkaitan langsung dengan anggota tubuh semisal mata, lisan, telingan dan kemaluan. Karena puasa akan melemahkan setiap gerak anggota tubuh tersebut pada masing-masing fungsinya.

Kewajiban mengerjakan puasa pada bulan Ramadhan telah ditunjukkan di dalam Al-Qur`an, As-Sunnah Ash-Shahihah, ijma’/konsensus, dan nalar yang sehat.

Adapun dalil dari Al-Qur`an di antaranya firman Allah ta’ala,

“Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan bagi kalian ibadah puasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa.” (Al-Baqarah: 183)

Dan firman-Nya,

“Dan bagi siapa di antara kalian yang menyaksikan bulan tersebut -Ramadhan- maka diharuskan baginya berpuasa.” (Al-Baqarah: 185)

Pada ayat tersebut, Allah subhanahu menentukan waktu diwajibkannya puasa yakni pada bulan Ramadhan. Dimana sebelumnya, Allah subhanahu sebelum ayat di atas memberikan pilihan antara berpuasa atau membayarkan fidyah, yaitu pada firman Allah ta’la,

“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. “ (AlBaqarah 184)

Pendapat ini adalah pendapat sebagian besar ulama tafsir, hingga hal tersebut terhapuskan dengan firman Allah ta’ala,

“Maka diharuskan untuk berpuasa.”

Yang menunjukkan keharusan untuk berpuasa.

An-Nawawi mengatakan, “Salamah bin Al-Akwa’ radhiallahu ‘anhu berkata, ketika ayat ini diturunkan,

“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. “ (AlBaqarah 184)

Maka bagi siapa yang hendak berbuka dan membayarkan fidyah -diperbolehkan baginya-, hingga turun ayat yang selanjutnya menghapuskan hal tersebut.”

Pada riwayat lainnya, “Dahulu kami pada bulan Ramadhan di masa Rasulullah r, bagi siapa yang berkehendak dapat berpuasa, dan bagi yang mau juga dapat berbuka dan membayarkan fidyah berupa memberi makan orang miskin. Hingga turun ayat ini,

“Dan bagi siapa di antara kalian yang menyaksikan bulan tersebut -Ramadhan- maka diharuskan baginya berpuasa.” (Al-Baqarah: 185) (HR. Al-Bukhari dan Muslim).”

Sedangkan dalil dari As-Sunnah, di antaranya, Hadist Thalhah bin Ubaidullah, beliau berkata, seseorang dari penduduk Najed menjumpai Rasulullah r, dalam keadaan rambut terurai dan kami tidaklah dapat menyimak perkataannya dan tidak mengerti apa yang diucapkannya hingga dia mendekat, yang ternyata dia bertanya tentang Islam, Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat lima waktu pada setiap hari dan malam.”

Orang tersebut bertanya, “Apakah ada yang wajib bagiku selainnya?”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak, kecuali shalat yang sunnah.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dan puasa pada bulan Ramadhan.”

Orang tersebut bertanya, “Apakah ada yang wajib bagiku selainnya?”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak, kecuali puasa yang sunnah.”

Lalu Thalhah berkata, “Dan Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan perihal zakat, kemudian orang tersebut bertanya, “Apakah ada yang wajib bagiku selainnya?”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak, kecuali sedekah yang sunnah.”

Beliau berkata, “Lalu orang tersebut berbalik pergi sambil berkata, “Demi Allah saya tidak akan menambah hal ini dan tidak juga menguranginya.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Beruntunglah dia, jikalau dia berkata benar.”

(HR. Al-Bukhari -bersama Al-Fath- 1/106, Muslim, 1/40-41, Malik 1/no. 94, Ahmad 1/162, Abu Dawud 1/no. 391 dan An-Nasa’i 1/226-227)

Dan hadits Abdullah bin Umar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Islam didirikan diatas lima pondasi, yaitu mentauhidkan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, puasa bulan Ramadhan dan mengerjakan ibadah haji.”

(HR. Al-Bukhari 1/49, Muslim 1/45, An-Nasa’i 8/107 dan At-Tirmidzi 5/no.2609)
Sedangkan dalil dari ijma’ kaum muslimin, maka sesungguhnya umat Islam telah sepakat akan kewajiban pengerjaan ibadah puasa pada bulan Ramadhan, dan tidak seorangpun yang mengingkarinya kecuali seorang yang kafir. Beberapa imam mazhab telah mengutip adanya ijma’ tersebut.
Sedangkan dalil dari tinjauan nalar yang sehat, sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Kaasani di dalam kitab beliau Al-Bada’i, ” …dari beberapa tinjauan:
Pertama, bahwa puasa adalah sarana untuk syukur nikmat. Dimana puasa merupakan bentuk menahan diri dari makan, minum dan hubungan intim. Dan ketiga hal tersebut merupakan nikmat terbesar dan yang paling utama. Dan menghalangi diri dari nikmat-nikmat tersebut pada masa tertentu, akan dapat menjangkau kadar kedudukan kesemua nikmat tersebut. Karena semua nikmat tidaklah diketahui kadarnya, dan apabila
nikmat tersebut telah sirna, barulah akan diketahui kadarnya. Yang dengan demikian akan menuntun seseorang untuk menunaikan hak nikmat-nikmat tersebut dengan cara bersyukur. Dan syukur nikmat adalah suatu kewajiban, baik dari tinjauan akal maupun syara’. Karena itulah Allah subhanahu mengisyaratkan hal tersebut pada ayat tentang puasa,
“Agar kalian bersyukur.”
Kedua, bahwa puasa adalah sarana untuk menuju pada ketakwaan. Karena jika seseorang telah dapat menuntun nafsunya untuk menahan diri dari suatu yang halal demi meaih keridhaan Allah ta’ala dan karena takut akan pedihnya siksa Allah, maka diapun akan dapat menuntun dirinya untuk menjauhkan diri dari hal yang haram. Dengan demikian puasa adalah sebab seseorang menjauhkan diri dari segala yang Allah haramkan. Dan hal tersebut suatu yang wajib. Dan karenanya terdapat isyarat didalam firman Allah ta’ala pada akhir ayat puasa,
“Agar kalian bertakwa.”
Ketiga, didalam pengerjaan ibadah puasa terdapat penekanan tabiat dan pematahan hawa nafsu. Karena jika hawa nafsu a telah kenyang, maka hawa nafsu tersebut akan terdorong untuk melampiaskan syahwat. Dan jika dalam keadaan lapar, maka akan segala dorongan tersebut akan tertahan. Karena itulah Nabi r bersabda, “Barang siapa yang khawatir akan dirinya keinginan syahwat jima’, maka hendaknya dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa adalah perisai baginya.”
dari kemaksiatan dan sarana tersebut suatu yang wajib.”

Tidak ada komentar: